Teknik Bimbingan Kelompok dalam Bimbingan dan Konseling: Sinema Edukasi
SINEMA EDUKASI
A.
Konsep
Dasar Sinema Edukasi
Alfred
Hitchock mendefinisikan bahwa movie atau
drama adalah ilusi kehidupan yang dilakukan dengan kadang menghilangkan bagian
tertentu dalam kehidupan tersebut (Wolz, 2004). Gilbert P. Mansergh mendefinikan
bahwa film atau sinema adalah media
representasi, yang melalui gaya dan isi
yang melambangkan berbagai pola perilaku (melalui tindakan karakter, plot,
tema, editing, dll) yang dapat dianalisis dari perbedaan teori psikologis dan
modalitas mengajar. Sedangkan edukasi secara umum merupakan proses kegiatan
belajar mengajar, proses pembelajaran ini dapat di lakukan dengan cara formal,
non-formal, dan informal kepada individu atau kelompok dengan tujuan
meningkatkan kualitas pola pikir dan mengembangkan potensi yang terdapat pada
masing- masing individu (Ibeng, 2018).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa film edukasi atau sinema edukasi merupakan layanan bimbingan
kelompok digunakan untuk merangsang siswa mengambil hikmah dari isi cerita dan
karakter yang diperankan dalam sinema tersebut. Melalui tayangan cuplikan film,
siswa akan lebih muda menangkap pesan-pesan yang disampaikan dalam sinema
daripada di kehidupan nyata. Saat melihat tayangan, siswa dapat
menginterpretasi jalan cerita dalam sebuah sinema, menerjemahkan gerakan atau
tindakan ke dalam sebuah kalimat yang memiliki makna tertentu. Dengan kata lain
sinema Edukasi adalah sebuah inisiatif pendidikan yang bertujuan untuk
mendorong terciptanya penonton cerdas di Indonesia dengan cara menempatkan film
sebagai media belajar.
B.
Dasar
Teori Teknik Sinema Edukasi
Media
menurut ACET (Assosiation of Education
and Communication Technology) adalah saluran untuk menyampaikan pesan
(Arsyad, 2009). Sedangkan media bimbingan konseling adalah segala sesuatu yang
menyalurkan pesan bimbingan konseling dari dua unsur yaitu perangkat lunak (software) merupakan informasi bimbingan
konseling yang disampaikan pada konseli, dan perangkat keras (hadware) adalah
peralatan yang menyajikan pesan bimbingan konseling (Nursalim, 2010). Film merupakan
media yang menyajikan pesan audiovisual bergerak yang memberi kesan impresif
bagi penontonnya. Ada beberapa jenis film film antara lain:
1.
Film
Cerita
Film Cerita (story film),
yaitu jenis film yang menceritakan kepada publik sebuah cerita. Sebagai cerita
harus mengandung unsur-unsur yang dapat menyentuh rasa manusia.
2.
Film
Berita
Film Berita, film
mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita,
maka film yang disajikan kepada public harus mengandung nilai berita (newsvalue).
3.
Film
Kartun
Film kartun adalah
seni lukis yang memerlukan ketelitian yang dilukis dengan seksama untuk
kemudian dipotret satu persatu dan setiap detiknya diputar dalam proyektor film
maka lukisan tampak hidup yang dilukis oleh banyak orang
4.
Film
Dokumenter
Film Dokumenter (documentary
film). Istilah “documentary” Film dokumenternya itu didefinisikan oleh
Gierson sebagai:“karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of
actuality). Titik berat dari film dokumenter adalah fakta atau peristiwa
yang terjadi. Film dokumenter dapat dilakukan dengan pemikiran dan rencana
matang.
1) Teori Belajar Sosial
Teori
belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura. Teori ini menekankan pada
komponen kognitif, pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang
belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh model). Orang
belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang
lain dan lingkungannya. Menurut Cherry, ada tiga konsep dalam teori belajar
sosial. Pertama bahwa orang-orang belajar melalui observasi atau pengamatan,
kedua bahwa keadaan mental batin merupakan bagian yang esensial dalam proses
ini, ketiga bahwa pembelajaran belaka belum tentu menghasilkan perubahan
perilaku. Teori belajar sosial menekankan observational
learning sebagai proses pembelajaran, yakni seseorang mempelajari perilaku
dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada
orang lain.
Melalui
eksperimennya yang terkenal yaitu boneka Bobo, Bandura memperlihatkan bahwa
anak-anak belajar dan meniru perilaku-perilaku yang mereka amati dilakukan oleh
orang lain (Ainiyah, 2017). Boneka Bobo merupakan demonstrasi dari belajar
observasional dan ditunjukkan bahwa anak cenderung terlibat dalam perlakuan
yang bengis terhadap boneka setelah melihat orang dewasa di televisi
melakukan hal tersebut pada boneka yang sama. Anak-anak dalam observasi ini
mengamati orang dewasa melakukan kekerasan terhadap boneka Bobo. Ketika anak-anak
tersebut diperbolehkan untuk bermain dalam kamar bersama dengan boneka Bobo,
mereka mulai meniru tindakan-tindakan agresif yang telah mereka amati dilakukan
sebelumnya oleh orang-orang dewasa.
2)
Teori
Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan
bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon,
melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga
menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan
seluruh konteks situasi tersebut.
Teori ini berpandangan bahwa belajar
merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi,
emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah usaha mengaitkan pengetahuan baru ke dalam
struktur berfikir yang sudah dimiliki individu, sehingga membentuk struktur
kognitif baru yang lebih mantap sebagai hasil belajar.
C.
Karakteristik
Film dalam Sinema Edukasi
Karakteristik film yang dapat dijadikan
sebagai bahan pembelajaran antara lain (Sauqi, 2016):
1.
Mampu menyajikan pesan-pesan yang jelas
kepada penonton tentang hal-hal yang pantas atau patut ditiru.
2.
Mempunyai tujuan dan sasarannya tepat,
jelas sesuai dengan kemasan pesan.
3.
Durasinya terbatas atau pendek, dengan
konflik yang relatif datar.
4.
Dapat menarik minat siswa atau anak.
5.
Sesuai dengan kematangan audien.
6.
Perbendaharaan bahasa yang
dipergunakan secara benar.
7.
Kesatuan dan squence-nya
cukup teratur.
8.
Teknis yang dipergunakan cukup
memenuhi persyaratan dan cukup memuaskan
D.
Tujuan
yang Dapat Dicapai Teknik Sinema Edukasi
Tujuan dalam
teknik sinema edukasi antara lain:
1.
Mengajarkan aturan dan prinsip, misalnya
ikhlas dan ketabahan.
2.
Memperlihatkan contoh model penampilan.
3.
Dapat mempengaruhi sikap dan emosi
seseorang.
4.
Mengajarkan cara mengerjakan suatu
perbuatan.
5.
Membantu
mengembangkan kesadaran siswa.
6.
Menyebarkan
informasi.
E.
Ciri
Materi yang Dapat Disampaikan Melalui Teknik Sinema Edukasi
Materi yang dapat disampaikan melalui teknik sinema edukasi antara lain:
1.
Materi yang disampaikan tidak bertentangan
dengan nilai, adat istiadat, norma, dan sopan santun.
2.
Materi tersebut mampu membentuk karakter
masyarakat.
3.
Materi tersebut dapat mengembangkan
pengetahuan siswa.
F.
Prosedur
Pelaksanaan Teknik Sinema Edukasi
Pelaksanaan
teknik sinema edukasi melalui tahapan antara lain (Anggraeni, 2010).
1.
Persiapan
a.
Membuat jadwal pelaksanaan.
b.
Membuat tujuan belajar
c.
Mempelajari terlebih dahulu materi yang
akan disampaikan kepada siswa.
d.
Memperlajari terlebih dahulu kata-kata
atau istilah yang perlu disampaikan kepada siswa.
e.
Menyiapkan atau memastikan peralatan yang
nanti dibutuhkan agar dalam pelaksanaan tidak terburu-buru untuk mencari.
Hal-hal yang perlu disiapkan antara lain: ruangan yang akan digunakan untuk sinema
edukasi, film, televisi monitor, kabel listrik atau kabel monitor, lcd, speaker
aktif.
2.
Pelaksanaan
a.
Memastikan semua siswa sudah berada dalam
ruangan dan peralatan yang akan digunakan sudah lengkap.
b.
Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan,
yakni menonton film.
c.
Menjelaskan mengenai hal-hal yang harus
dilakukan selama film diputar.
d.
Konselor mulai memutar film
3.
Kegiatan Lanjutan
a.
Berdiskusi dan merefleksikan film yang
telah ditayangkan.
b.
Menjelaskan hal yang kurang atau belum
dimengerti siswa.
G.
Kelebihan
dan Kelemahan Teknik Sinema Edukasi
Kelebihan Teknik Sinema Edukasi antara lain
(Wolz, 2004):
1.
Mengembangkan imajinasi para siswa.
2.
Menumbuhkan minat dan motivasi belajar.
3.
Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa
masa lalu secara realitas dalam waktu yang singkat.
4.
Film dapat diulangi bila perlu untuk
menambah kejelasan.
5.
Sangat kuat mempengaruhi emosi seseorang.
6.
Mengembangkan pendapat para siswa.
7.
Menjelaskan hal-hal yang abstrak dan
memberikan gambaran yang lebih realitas.
8.
Film sangat baik menjelaskan suatu proses
dan dapat menjelaskan suatu ketermapilan.
9.
Mengatasi keterbatasan jarak dan waktu.
Kelemahan Teknik Sinema Edukasi
(Lutfiyah, 2012):
a.
Jika
digunakan kurang tepat akan berdampak kurang baik.
b.
Baru
bermanfaat jika dikombinasikan dengan metode pengajaran yang lain.
c.
Pengadaan film dan video umumnya
memerlukan biaya mahal dan waktu yang banyak.
d.
Pada
saat film dipertunjukkan, gambar-gambar bergerak terus sehingga tidak semua
siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui film tersebut.
e.
Film
dan video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar
yang diinginkan kecuali film dan video yang dirancang dan diproduksi khusus
untuk kebutuhan sendiri.
Daftar Rujukan
Ainiyah, Q. 2017. Social Learning Theory dan Perilaku Agresif Anak
dalam Keluarga. Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, 2 (1).
Anggraeni, A. 2010. Penggunaan Media Film untuk Meningkatkan
Motivasi Siswa Mengikuti Layanan Informasi Belajar dalam Pelayanan Bimbingan
dan Konseling di Kelas VIII SMPN 1 Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas
llmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Arsyad.
A. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta:
Rajawali Press.
Nursalim. M. 2010. Media Bimbingan Konseling. Surabaya:
Unesa University Press.
Ibeng.
2018. Pengertian Edukasi dan
Macam-macam Edukasi. (Online), (https://goo.gl/dPBwLv).
Cherry.
K. 2013. Social Learning Theory: An
Overview of Bandura’s Social Learning Theory. (Online),
(https://goo.gl/cBuxKX).
Lutfiyah, E. 2012. Media Film sebagai Media Pembelajaran.
(Online), (https://goo.gl/maufeS).
Sauqi. K.R. 2016. Keefektifan
Layanan Bimbingan Kelompok dengan Media Film dalam Meningkatkan Self Esteem Anak
di Yayasan Setara Semarang.
Skripsi. Semarang: Fakultas llmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang. (Dari https://goo.gl/xpVfch)
Romlah,
T. 2018. Teori dan Praktek Bimbingan
Kelompok. Malang: Universitas Negeri Malang.
Wolz, Birgit. 2004. E-Motion Picture Magic A Movie Lover’s Guide to Healing
and Transformation. Colorado: Glenbridge Publishing Ltd.
Komentar
Posting Komentar