Metode Bimbingan Kelompok dalam Bimbingan dan Konseling: Structured learning approach (SLA)
STRUCTURED
LEARNING APPROACH (SLA)
Latar
Belakang
Dalam pelaksanaan bimbingan kelompok,
terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan seperti diskusi kelompok, bermain
peran, problem solving, ekspositori, homeroom, structured learning approach dan
masih banyak lagi. Penggunaan teknik-teknik ini dapat disesuaikan dengan materi
yang hendak disampaikan, keadaan sekolah tempat melaksanakan kegiatan,
keterampilan konselor dan pertimbangan- pertimbangan lainnya.
Structured learning approach
(SLA) Teknik skillstreaming merupakan teknik yang mengajarkan secara sistematis
keterampilan sosial yang sangat penting yang bermuara pada pribadi yang efektif
dan memuaskan dalam kehidupan bersosial. Asumsi yang melatarbelakangi teknik
ini ialah terdapat keterampilan sosial dan tingkah laku yang hilang (tidak ada)
dalam kumpulan keterampilan yang dimiliki individu, sehga perlu diajarkan
secara sistematis, perlahan dan dengan suasana yang mendukung.
Konsep Teknik Structured
Learning Approach
Skillstreaming
merupakan
program pelatihan keterampilan prososial.
Teknik ini dikembangkan oleh Arnold P. Goldstein & Ellen McGinnis. Pada
mulanya adalah structured learning
therapy (SLT) untuk mengurangi agresivitas, kemudian dikembangkan kembali
menjadi structured learning approach
(SLA) untuk meningkatkan keterampilan prososial, pada akhirnya disempurnakan
dalam bentuk prosedur yang sistematis menjadi skillstreaming.
Dasar Teori Teknik Structure Learning
Approach
Teknik Structure Learning Approach (SLA) itu sendiri merupakan sebuah metode
pembelajaran yang dikembangkan oleh Thompson dengan langkah-langkah aplikasi
yang saling berkiatan, teknik ini mempunyai lima tahap pembelajaran antara
lain: Pertama, arahan (intruction). Kedua, pemberian model (modeling).
Ketiga, bermain peran (role-play). Keempat, pemberian umpan balik (performance
feedback). Kelima, pemberian tugas dan pemeliharaan (transfer of
training and maintenance).
Teknik Structure Learning Approach (SLA) atau Pembelajaran terstruktur merupakan
seperangkat tindakan yang dirancang untuk proses belajar peserta didik dengan
memperhitungkan kejadian kejadin internal yang berlangsung didalam peserta
didik.
Tujuan
Teknik Teknik Structure
Learning Approach
Teknik skillstreaming
adalah mengajarkan secara sistematis keterampilan sosial yang sangat penting
yang bermuara pada pribadi yang efektif dan memuaskan dalam kehidupan
bersosial. Asumsi yang melatarbelakangi teknik ini ialah terdapat keterampilan
sosial dan tingkah laku yang hilang (tidak ada) dalam kumpulan keterampilan
yang dimiliki individu, sehingga perlu diajarkan secara sistematis, perlahan
dan dengan suasana yang mendukung. Teknik ini berdasarkan atas teori social
learning Bandura.
Sasaran
Teknik Structured Learning Approach
Teknik skillstreaming di tujukan kepada anak dan remaja yang memiliki keterampilan social yang rendah. Teknik ini di menjadi tiga program yaitu skillstreaming anak usia dini, skillstreaming anak sekolah dasar dan skillstreaming remaja.
Ciri Materi dalam Teknik Structured Learning Approach
Ciri-ciri materi yang dapat disampaikan
pada Teknik SLA :
1.
Menekankan model pengembangan kecakapan
hidup,antara lain dengan asumsi bahwa siswa adalah subyek yang mampu dalam
mengembangkan ketrampilan hidup dan membuat perencanaan untuk mengatur
kehidupannya.
2.
Terdapat 5 tahap : arahan
(intruction),pemberian model (modelling),bermain peran (role-play),pemberian
umpan balik (performance feedback),dan pemberiaan tugas dan pemeliharaan
(transfer of training and maintenance)
3.
Materi yang berkaitan dengan komponen self
advocacy yang dilatihkan,yakni self awareness (kesadaran diri),pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan,ketrampilan,komunikasi dan kesadaran tanggung
jawab
4.
Materi pemeranan perilaku disesuaikan
dengan kenyataan hidup sehari-hari
5.
Materi dalam tahap pemberiaan tugas dalam
bidang psikoeducational harus menekankan generalisasi,pentrasferan dan reinfocement
bagi siswa dalam berbagai setting sosial
Prosedur
Teknik Structured Learning Approach
Adapun
langkah-langkah teknik Structure Learning Approach sebagai berikut:
1.
Tahap pertama,
Arahan (intruction)
Pengarahan
yang dilakukan pada awal pelatihan berupa penjelasan materi yang berkaitan
dengan komponen self advocacy yang dilatihkan, yakni self awarennes (kesadaran
diri), pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, keterampilan komunikasi,
dan kesadaran tanggung jawab.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika
konselor memberikan pengarahan kepada siswa, yaitu;
a. arahan/penjelasan yang diberikan
harus jelas dan sistematis;
b. arahan terkait jenis komponen
ketarampilan self advocacy yang akan dilatihkan perlu disertai contoh
yang jelas;
c. bahasa yang digunakan harus mudah
dipahami oleh siswa;
d. arahan atau penjelasan ini dapat
diakhiri dengan mengajukan pertayaan yang dapat membantu siswa untuk
mengidentifikasikan makna dari topik keterampilan self advocacy yang
dilatihkan.
2.
Tahap kedua: Pemberian Model (modeling)
Modeling
merupakan suatu metode untuk melahirkan perilaku baru atau prosedur dimana
orang dapat belajar perilaku yang diharapkan melalui pengamatan terhadap
perilaku orang lain. Dalam pelatihan keterampilan self advocacy digunakan
model simbolis.
Model dapat dipilih diatara 3 model
berikut ini, yakni:
a. Model hidup, yaitu model yang
ditunjukkan oleh konselor, atau staf sekolah yang lainnya, atau oleh siswa itu
sendiri;
b. Model dalam bentuk rekaman vidio
tentang perilaku yang dikehendaki;
c. Model dalam bentuk rekaman audio
tentang perilaku yang dikehendaki;
Adapun hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan
presentasi model:
a) model hendaknya
disajikan sesingkat mungkin, menggunakan waktu 5 menit sampai 20 menit.;
b) model yang disajikan
sesederhana mungkin sehingga mudah dipahami oleh siswa;
c) siswa perlu
mendapatkan pemahaman bahwa model yang disajikan hanya dapat digunakan untuk
membantu siswa memahami beberapa jenis perilaku self advocacy yang dilatihkan.
3.
Tahap ketiga: Bermain Peran (role-play)
Role
playing merupakan model pembelajaran yang membantu setiap
siswa menemukan makna pribadi dalam dunia sosial serta memecahkan masalah
pribadi dengan bantuan kelompok sosial, khususnya masalah-masalah
interpersonal. Dalam pelatihan ini role playing adalah cara konselor
menfasilitasi siswa meningkatkan keterampilannya dalam self advocacy melalui
pemeranan perilaku tertentu sebangaimana nyatanya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada hal-hal teknis yang perlu
diperhatikan pada tahap ini, meliputi:
a. Bermain peran dilakukan secara
terencana di dalam kelas melalui proses kelompok dan diamati langsung oleh
koselor atau fasilitator;
b. Dalam setting pelatihan ini,
bermain peran dirancang dalam level yang sangat sederhana, yakni berupa
rangkaian tindakkan menguraikan sebuah masalah, meperagakan dan mendiskusikan
masalah tersebut;
c. Masalah role playing harus
jelas bagi siswa;
d. Alur cerita yang digunakan
diupayakan dapat diterima, masuk akal dan penuh makna;
e. Perlu dipertimbangkan kemampuan
siswa dalam pemeranan;
f. Perlu dipertimbangkan
faktor empati yang dimiliki siswa terhadap posisi peran tertentu;
g. Perlu diperhatikan sikap tegas
dan serius para pengamat;
h. Perlu diperhatikan kemampuan
siswa dalam menganalisis masalah yang akan diperankan;
i. Perlu dirancang
instrumen pengukuran tingkah laku secara tepat, jelas dan komprehensif.
4. Tahap keempat: Pemberian Umpan Balik (performance
feedback)
Pemberian balikan merupakan proses yang berkaitan
dengan kegiatan yang dilakukan siswa pada tahap bermain peran. Konselor dan
observer lain memberikan usul saran perbaikan berdasarkan hasil pengamatan
terhadap perilaku siswa pada tahap role playing. Fokus feedback
berkaitan dengan upaya-upaya memperbaiki dan meningkatkan performansi siswa
dalam bermain peran.
Hal teknis yang perlu diperhatikan
pada tahap pemberian umpan balik yakni:
a.
hal-hal positif perlu disampaikan terlebih dahulu sebelum informasi yang lebih
sensitif;
b.
menjelaskan tingkah laku yang dimaksudkan;
c.
dalam memberikan umpan balik terfokus pada tingkah laku yang dapat diubah bukan
pada kepribadiannya;
d.
memberikan penjelasan secara spesifik tentang tingkah laku dan bukti-buktinya;
e.
memberikan beberapa saran perbaikan penampilan siswa;
f.
anggota kelompok yang melakukan role playing diharapkan agar dapat
secara seksama mendengarkan komentar yang diberikan;
g.
para observer di minta melaporkan seberapa baik langkah-langkah pelatihan yang
telah dilakukan;
h.
para observer diminta melaporkan tentang hal-hal khusus yang disukai dan tidak
disukai, serta berbagai komentar tentang peran anggota kelompok yang melakukan
latihan ulang;
i.
peran anggota kelompok yang melakukan latihan ulang diminta memberikan respon
mengenai seberapa baik penampilannya dalam mengikuti setiap tahapan atau
langkah pelatihan keterampilan self advocacy yang dilakukan.
5. Tahap kelima, pemberian tugas (transfer of
training and maintenance)
Pemberian
tugas dalam bidang psikoeducational merupakan tugas yang lebih
menekankan generalisasi, pentrasferan dan reinfocement bagi siswa dalam
berbagai setting sosial lainnya, yang akan dibahas kembali dalam
kelompok untuk sharing kisah dan pengalaman keberhasilan anggota
kelompok yang melakukan pemberian tugas. Pemberian tugas berfungsi untuk
memperkuat latihan ulang jenis-jenis perilaku self advocacy di antara
sesi pelatihan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika
memberi tugas kepada siswa:
a. Deskripsi tugas harus
jelas (jenis perilaku self advocacy, apa yang dilatih ulang, kapan
perilaku tersebut dilatih ulang, dimana perilaku dilatih ulang, dengan siapa
siswa berlatih ulang, apa yang telah siswa katakan dan lakukan, apa yang telah
dikatakan dan dilakukan oleh orang lain);
b. Format tagihan tugas
setelah siwa berlatih ulang di luar setting harus jelas, lengkap dan
terinci;
c. Pedoman berlatih ulang berdasar pada
cara-cara berperilaku self advocacy yang telah dipelajari;
d. Frekuensi latihan di luar
setting kelompok perlu dibatasi;
e. Situasi dan kondisi ketika
siswa berlatih di luar setting harus kondusif;
f. Siswa diberi kesempatan untuk menilai drinya sendiri tentang hambatan-hambatan dan perkembangan perilaku self advocacy selama melakukan latihan ulang di luar setting dan melaporkan secara jujur dan obyektif dengan menggunakan pedoman observasi atau pedoman self report.
Komentar
Posting Komentar