TUNAGRAHITA (MENTALLY RETARDED)

 

TUNAGRAHITA (MENTALLY RETARDED)

Definisi dan Karakteristik Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)


 

Latar Belakang

Setiap anak dilahirkan memiliki perkembangan dan pertumbuhan yang berbeda, sehingga setiap ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda. Ada beberapa anak yang memiliki hambatan sehingga anak-anak tersebut berbeda dengan anak normal lainnya. Anak-anak tersebut biasa disebut dengan anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak normal lainnya dalam beberapa hal yaitu ciri-ciri mental, kemampuan pancaindra, kemampuan komunikasi, perilaku sosial, atau sifat-sifat fisiknya tanpa harus identik dengan ketidakmampuan mental, emosi, maupun fisiknya (Kholipah, 2015). Karakteristik spesifik anak dengan kebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional. Karakterisitik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorik, motorik, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial, serta kreatifitasnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, anak berkebutuhan khusus memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.

Anak kebutuhan khusus jenisnya bermacam-macam antara lain tuna rungu, tuna daksa, tuna grahita, tuna laras, tuna netra, slow learner, gifted, dll. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut mengalami hambatan yang berbeda dan membutuhkan penanganan yang berbeda pula, termasuk salah satunya tuna grahita. Anak-anak tuna grahita sering kali dikucilkan di lingkungan sekitar karena mereka di anggap cacat, bodoh, ataupun idiot. Hal ini kemudian membuat mereka merasa minder dan tidak percaya diri untuk bergaul dengan lingkungan sekitar.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis ingin memberikan informasi mengeneai definisi dan karakteristik anak tuna grahita (mentally retarded)”. Hal ini dikarenakan penting untuk mengetahui dan memahami karakteristik anak tuna grahita sehingga lingkungan sekitar anak tuna grahita dapat menghargai perbedaan dan peduli terhadap anak tuna grahita.

 

Definisi Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)

Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tuna grahita, yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, terutama di dalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbingan (Abdullah, 2013:5). Menurut Grossman ketuna grahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya (Rochyadi, 2012:5). Menurut Gunnar Dybward keterbelakangan merupakan suatu kondisi yang terjadi selama masa perkembangan yang ditandai oleh intelektual yang nyata berada dibawah rata-rata dan kurang dalam sosial (Ajeng, 2017:8). Menurut Efendi (2009) anak tuna grahita adalah istilah anak berkelainan mental sub normal dalam beberapa referensi atau juga disebut dengan keterbelakangan mental, lemah ingatan, febleminded, atau mental subnormal (Gunawan, 2017:59).

Menurut American Asociation on Mental Deficiency tuna grahita sebagai suatu kelainan yang fungsi intelektual umumnya di bawah rata- rata, yaitu IQ 84 ke bawah. Biasanya anak- anak tuna grahita akan mengalami kesulitan dalam “Adaptive Behavior” atau penyesuaian perilaku. Hal ini berarti anak tuna grahita tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dan tanggung jawab sosial anak normal yang lainnya dan juga akan mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan kelompok usia sebaya (Amin, 2005).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tuna grahita (mentally retarded) merupakan anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan atau IQ di bawah rata-rata anak normal, mengalami hambatan dalam mengelola diri dan lingkungan dan terlambat dalam hal pemikiran yang seleras dengan usianya.

 

Karakteristik Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)

a.       Akademik

Anak tuna grahita memiliki kapasitas pemahaman akademik tergolong terbatas terlebih pemahaman terhadap hal-hal abstrak. Anak tuna grahita biasanya belajar dengan cara rote learning atau dengan cara menghafal. Anak tuna grahita memiliki tingkat kesukaran yang rendah dalam memusatkan perhatian, minatnya sedikit dan cepat lupa.

b.      Sosial dan Emosi

Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara dan memimpin diri. Anak-anak tuna grahita cenderung bermain dengan teman-temannya yang berusia lebih muda, mudah dipengaruhi, dan kesulitan bersaing dengan teman sebaya.

c.       Fisik

Fisik ataupun struktur tubuh anak tuna grahita pada umumnya kurang dari anak normal. Sikap dan gerakan yang ditunjukan anak tuna grahita kurang indah dan bahkan ada beberapa diantara mereka yang mengalami masalah dalam hal berbicara. Kelainan yang dialami ini tidak terjadi pada organ tubuh tetapi pada pusat pengolahan otak sehingga ketika mereka melihat sesuatu belum tentu atau tidak dapat memahami apa yang dilihat. Begitu pun terhadap pendengaran, anak tuna grahita tidak dapat memahami apa yang didengar olehnya.

 

Klasifikasi Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)

 Pengklasifikasian anak tuna grahita bermacam-macam, hal ini dikarenakan anak tuna grahita memiliki perbedaan individu yang sangat bervariasi. Klasifikasi anak tuna grahita antara lain tuna grahita ringan, tuna grahita sedang, dan tuna grahita berat (Aisyah, 2017:11).

a.    Tuna Grahita Ringan

Anak yang tergolong tuna grahita ringan adalah anak-anak yang memiliki IQ 50-70. Anak tuna grahita dikenal dengan istilah debil. Anak tuna grahita memiliki kemampuan untuk dididik sebagaimana anak-anak normal lainnya. Anak tuna grahita ringan mampu untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Biasanya pada usia 16 tahun tingkat kecerdasannya sama dengan anak kelas tiga atau lima SD. Sebagian besar anak tuna grahita ringan tidak memiliki kelainan fisik namun mengalami kelambatan dalam kemampuan sensomotorik. Apabila dilatih anak tuna grahita ringan mampu melakukan pekerjaan rutin dan sederhana. Tuna grahita ringan memiliki kemampuan untuk bergaul namun seringkali mudah dipengaruhi karena tidak dapat memikirkan akibat dari tindakannya.

b.    Tuna Grahita Sedang

Anak yang tergolong tuna grahita sedang adalah anak-anak yang memiliki IQ 30-50 dan biasa disebut dengan imbesil. Anak tuna grahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung. Namun anak-anak tersebut masih mampu menulis namanya sendiri dan alamat rumah. Anak-anak ini masih mampu dididik untuk melakukan kebutuhannya sendiri seperti makan, mandi, berhias diri, dan menanam bunga. Apabila dilatih secara konsisten dan tepat, maka golongan imbesil ini bisa mencapai kecerdasan mental anak-anak usia 7 tahun (Aisyah, 2017:12). Penampakan fisik jelas terlihat karena pada tingkat ini banyak dijumpai tipe down syndrome dan brain damage. Banyak anak tuna grahita sedang yang sikapnya kurang baik, rasa etisnya kurang, tidak memiliki rasa terimakasih dan belas kasihan, kekanak-kanakan, dan umumnya belajar secara membeo.

c.    Tuna Grahita Berat

Anak yang tergolong tuna grahita berat adalah anak-anak yang memiliki IQ dibawah 30 dan biasa disebut dengan idiot. Anak-anak dalam kategori ini sangat sulit untuk dilatih dan dididik dan biasanya diikuti dengan kelainan fungsi tubuh yang lainnya. Mereka perlu perawatan khusus dan dibantu dalam aktifitasnya. Kecerdasan optimal yang dimiliki hanya setara dengan anak usia 3 tahun.

 

Penyebab Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)

a. Faktor Keturunan

Terjadi karena adanya kelainan kromosorn dan kelainan gen.

b. Gangguan Metabolisme Gizi

Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun mental pada individu.

c. Infeksi dan Keracunan

Diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya infeksi dan keracunan yang mana terjadi selama janin masih berada dalam kandungan ibunya. Infeksi dan keracunan ini tidak lansung, tetapi lewat penyakit-penyakit yang dialami ibunya, diantaranya adalah penyakit rubella, syphilis bawaan, dan syndrome gravidity yang beracun.

d. Trauma dan Zat Radioaktif

Ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika bayi dilahirkan dan terkena zat radioaktif selama hamil. Trauma otak terjadi pada kepala dapat menimbulkan pendarahan intracranial yang mengakibatkan terjadinya kecacatan pada otak. Sedangkan pada zat radioaktif, ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinar x selama bayi dalam kandungan mengakibatkan tuna grahita microcephaly.

e. Masalah pada Kelahiran

Kelainan dapat juga disebabkan oleh masalah-masalah yang terjadi pada waktu kelahiran. Misalnya kelahiran yang disertai hyposia dapat dipastikan bahwa bayi yang dilahirkan menderita kerusakan otak, menderita kejang dan nafas yang pendek. Kerusakan otak pada prenatal dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit.

f. Faktor Lingkungan

Menurut Paton dan Polloway dalam (Ajeng, 2017) bahwa bermacam-macam pengalaman negatif atau kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Anak tuna grahita banyak ditemukan pada daerah yang memiliki tingkat sosial ekonomi rendah, hal ini disebabkan ketidakmampuan lingkungan memberikan stimulus yang diperlukan selama masa perkembangannya.

 

Penanganan Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)

Keterbatasan kecerdasan yang dimiliki anak tuna grahita menjadi kendala utama dalam belajar. Mereka tidak mampu berkompetisi dalam belajar dengan temannya yang normal. Materi pembelajaran bagi anak tuna grahita harus di rinci dan sedapat mungkin di mulai dari hal-hal konkrit, mengingat mereka mengalami keterbatasan dalam berfikir abstrak. Walaupun demikian materi yang bersifat akademik tetap di berikan sampai mereka memperlihatkan ketidakmampuannya. Sebaliknya materi pelajaran keterampilan memiliki bobot yang tinggi karena melalui materi ini di harapkan mereka dapat memiliki suatu keterampilan sebagai bekal hidupnya. Materi pelajaran bina diri bagi anak tuna grahita harus diprogamkan secara rinci dan mendapat bobot yang tinggi pula karena tidak dapat mempelajari hal itu hanya melalui pengamatan seperti yang di lakukan anak normal. Alat atau media yang di gunakan dalam pembelajaran anak tuna grahita harus memperhatikan beberapa kriteria, antara lain: anak memiliki tanggapan tentang yang di pelajarinya, tidak mudah rusak, tidak berbahaya, dan tidak abstrak.

 

 

Daftar Rujukan

 

Abdullah, Nandiyah. 2013. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Magistra, 25 (2), 1-10. Dari https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=mengenal+anak+berkebutuhan+khusus&btnG=#d=gs_qabs&p=&u=%23p%3DrQ6_EZcRAXQJ.

Aisyah, D.A.V. 2017. Analisis Pembelajaran Membaca Siswa Tuna Grahita di SDN Punten 01 Batu. Skripsi tidak diterbitkan, Malang: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang. Dari https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.umm.ac.id/35549/1/jiptummpp-gdl-dwiajengve-48147-1-pendahuln.pdf&ved=2ahUKEwiPy9_M4q3dAhWMrI8KHSqjBHMQFjAAegQIAxAB&usg=AOvVaw0pbRrNFnYoIL0csU_5S1xh.

Amin.M. 2005. American asociation on mental deficiancy. 22. Dari http://eprints.uny.ac.id/9906/2/bab%202%20-%2008103247020.pdf

Gunawan, A.A. 2017. Bimbingan Keterampilan Hidup Personal Bagi Anak Tuna Grahita Ringan di SLB Kota Bandung. Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesha, 4 (1). Dari http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JMSG.

Kholipah, Siti. 2015. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C YPPALB Magelang Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi. Salatiga: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dari http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/212/.

Rochyadi, E. 2012. Karakteristik dan Pendidikan Anak Tuna grahita. Modul tidak diterbitkan, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Dari http://103.23.244.11/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195608181985031-ENDANG_ROCHYADI/MODUL/PGSD4409-M6-LPK.pdfs

 

 

 

Komentar

Postingan Populer