Metode Bimbingan Kelompok dalam Bimbingan dan Konseling: Diskusi Kelompok
DISKUSI
KELOMPOK
Latar
Belakang
Pembelajaran di sekolah dilakukan
salah satunya dengan menggunakan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok adalah
proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok
(Romlah, 2018:3). Penyelenggaraan bimbingan kelompok antara lain dimaksudkan
untuk membantu mengatasi masalah bersama atau membantu seorang individu yang
menghadapi masalah dengan menempatkannya dalam suatu kehidupan kelompok.
Beberapa metode bimbingan kelompok yang bisa diterapkan dalam pelayanan
bimbingan kelompok antara lain: program home
room, karyawisata, diskusi kelompok, kegiatan kelompok, organisasi siwa,
sosiodrama, psikodrama, dan problem
solving.
Metode diskusi dipandang sebagai
salah satu metode pengajaran yang paling efektif untuk kelompok kecil, khususnya
mempelajari keterampilan yang kompleks seperti memikirkan secara kritis,
pemecahan masalah, dan komentar pribadi. Pembelajaran dengan menggunakan metode
diskusi kelompok dapat dilakukan dengan pertukaran gagasan, fakta dan pendapat
antara murid, sehingga menjadikan suasana belajar lebih dinamis. Metode diskusi
kelompok dimungkinkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu juga
dapat menimbulkan kepercayaan diri dan kreativitas siswa dalam kegiatan
mendiskusikan masalah secara bersama-sama. Dengan menggunakan metode diskusi
hasil belajar siswa lebih terlihat jelas dengan pendapat dan argumentasi yang
akan diberikan kelompok lain, kemudian dengan diskusi masukan dari setiap
kelompok akan mampu memecahkan masalah secara bersama-sama dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Model pembelajaran ini juga sangat sesuai untuk diterapkan
pada pembelajaran di sekolah dasar.
Berdasarkan permasalahan tersebut
penulis ingin memberikan informasi berkaitan dengan “Diskusi Kelompok” untuk
mengetahui lebih mendalam mengenai teknik diskusi kelompok dan pengunaannya
dalam bimbingan kelompok.
Konsep Dasar Diskusi Kelompok
Diskusi
didefinisikan sebagai metode pengajaran yang dilakukan dengan pertukaran verbal
ide-ide yang sudah direncanakan oleh tiga orang atau lebih untuk memecahkan
masalah atau memperjelas persoalan yang dipimpin atau dipandu oleh pemimpin
kelompok (Arends, 2007; Burdin & Byrd, 1999). Proses diskusi dapat melibatkan
siswa dengan siswa ataupun siswa dengan guru. Metode diskusi kelompok merupakan
suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana seorang guru memberi kesempatan
kepada siswa (kelompok siswa) untuk mengadakan percakapan guna mengumpulkan
pendapat dan membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan
atas masalah. Dijelaskan bahwa diskusi kelompok adalah suatu percakapan ilmiah
oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok untuk saling bertukar
pendapat suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban
atau kebenaran atas suatu masalah (Damayanti, Sudarmanto, & Rusman, 2013).
Diskusi
kelompok dapat pula diartikan sebagai percakapan yang sudah direncanakan antara
tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk
memperjelas suatu persoalan, di bawah pimpinan seorang pemimpin (Romlah, 2006).
Sukerteyasa, Koyan, & Suarni (2014) menyatakan bahwa diskusi kelompok
merupakan suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam
interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan
kesimpulan atau pemecahan masalah.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa diskusi kelompok merupakan pembicaraan antara dua orang atau lebih untuk bertukar pikiran atau pendapat mengenai suatu hal serta mencari kesepakatan terhadap suatu masalah.
Dasar Teori Diskusi
Kelompok
Diskusi
kelompok merupakan jantungnya bimbingan kelompok, sebab sebagian besar metode
bimbingan kelompok menggunakan variasi teknik diskusi kelompok dalam proses
pelaksanaannya. Menurut Johnson dan Johnson (1987) kelompok merupakan dua orang
atau lebih individu yang berinteraksi secara tatap muka, masing-masing
menyadari keanggotaannya dalam kelompok, mengetahui dengan pasti individu-individu
lain yang menjadi anggota kelompok, dan masing-masing menyadari saling
ketergantungan mereka yang positif dalam mencapai tujuan bersama.
Teknik diskusi kelompok melatih berkomunikasi antar-pribadi dan keterampilan bekerja sama (sensitivitas sosial, mendengarkan, dan kepemimpinan). Dalam diskusi kelompok terdapat pemimpin kelompok dan anggota kelompok. Selain itu para peserta dalam diskusi dapat saling belajar mengenai kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan pelaksanaan peranan tertentu dalam suatu kelompok yang terorganisasi, dan peranan ini terutama diartikan sebagai kekuatan atau kemampuan untuk mempengaruhi orang lain (Napier dan Garshenfeld, 1989). Pada diskusi kelompok menggunakan penerapan dari teori belajar kognitif dimana belajar tidak harus berpusat pada guru, tetapi peserta didik harus lebih aktif. Oleh karenanya peserta didik harus dibimbing agar aktif menemukan sesuatu yang dipelajarinya.
Teori kognitif menekankan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bawa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiawaan lainnya.
Karakteristik Diskusi Kelompok
Karakteristik dari
diskusi kelompok antara lain (Ramli, dkk, 2017):
1. Terdapat
pembicaraan atau percakapan yang dilakukan oleh 3 orang atau lebih.
2. Proses
pembicaraan dirancang terlebih dahulu.
3. Tujuan
untuk memperjelas (klarifikasi) maupun untuk memecahkan suatu masalah
4. Proses
diskusi dipimpin oleh pemimpin kelompok, hal ini menunjukkan bahwa dalam suatu
kelompok terdapat anggota dan pemimpin kelompok.
Tipe-tipe dalam Diskusi Kelompok
Diskusi
Kelompok dapat dilakukan dengan beberapa bentuk. Pengunaan model atau bentuk
dari diskusi kelompok disesuaikan dengan kebutuhan dari tema dan bentuk
kelompok yang ada. Menurut Hariadi & Kurniawan (2018) beberapa bentuk atau
tipe diskusi kelompok antara lain:
1.
The
social problem meeting
Para
siswa berbincang-bincang memecahkan masalah sosial di kelasnya atau di
sekolahnya dengan harapan setiap siswa akan merasa terpanggil untuk mempelajari
dan bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.
2.
The
open-ended meeting
Para
siswa berbincang-bincang mengenai masalah apa saja yang hubungannya dengan
kehidupan mereka sehari-hari dengan kehidupan mereka di sekolah dengan sesuatu
yang terjadi di lingkungan sekitar mereka.
3.
The
educational-diagnosis meeting
Para siswa
berbincang-bincang mengenai pelajaran di kelas dengan maksud untuk saling
mengoreksi pemahaman mereka atas pelajaran yang
telah diterima agar masing-masing anggota memperoleh pemahaman yang
baik/benar.
Sukardi &
Kusmawati (2008) membagi tipe kelompok diskusi berdasarkan tujuan-tujuan
tertentu sebagaimana berikut:
1. Dilihat
dari jumlah anggota
Jika dilihat dari jumlah anggota,
diskusi kelompok berbentuk kelompok besar dan kelompok kecil. Kelompok besar
berjumlah 20 orang atau lebih. Sedangkan kelompok kecil berjumlah kurang dari
20 orang (biasanya sekitar 2-12 orang).
2. Dilihat
dari pembentukan
Jika dilihat dari pembentukannya,
diskusi kelompok berbentuk formal dan informal. Dalam bentuk formal, proses
pembentukannya sengaja untuk dibentuk suatu diskusi kelompok. Sedangkan yang
informal, proses terbentuknya diskusi secara spontan dan tanpa direncanakan.
3. Dilihat
dari tujuan
Jika dilihat dari tujuan diskusi
kelompok ada dua macam yaitu pemecahan masalah dan terapi anggota. Pemecahan
masalah memiliki ciri utama menekankan pada hasil diskusi, sedangkan terapi
anggota menekankan pada proses diskusi.
4. Dilihat
dari waktu diskusi
Jika dilihat dari waktu dalam
diskusi, diskusi kelompok ada dua bentuknya, marathon dan singkat/regular.
Marathon dilakukan secara terus menerus tanpa jeda waktu selama 5-12 jam,
sedangkan singkat atau regular dilakukan 1-2 jam dan dilakukan secara
berulang-ulang.
5. Dilihat
dari masalah yang dibahas
Jika dilihat dari masalah yang
dibahas, diskusi kelompok ada dua macam yaitu sederhana dan kompleks/rumit.
Sederhana mempunyai ciri utama masalah yang dipecahkan relatif mudah, sedangkan
kompleks/rumit masalah yang dipecahkan cukup sulit.
6. Dilihat
dari aktivitas kelompok
Jika dilihat dari aktifitas kelompok,
diskusi kelompok ada dua macam, yaitu terpusat pada pemimpin dan demokratis
(terbagi ke semua anggota). Diskusi yang terpusat pada pemimpin cenderung
anggotanya yang kurang aktif akan tetapi pemimpin yang lebih aktif. Sedangkan
demokrasi, anggota dan pemimpin sama-sama aktif dalam memberikan saran dan
pendapat.
Tujuan Diskusi Kelompok
Dinkmeyer
dan Muro (1971) menyebutkan tiga macam tujuan diskusi kelompok antara lain:
a. Mengembangkan
pengertian terhadap diri sendiri.
Melalui proses diskusi para siswa
dapat mendapatkan balikan dari siswa lain atau konselor yang berguna untuk
lebih memahami diri mereka sendiri, seperti kelebihannya, kekurangannya, konsep
diri yang dimilikinya, dan lain-lain.
b. Mengembangkan
kesadaran tentang diri (self) dan
orang lain.
Diskusi kelompok memungkinkan para
pesertanya untuk belajar tentang perbedaan diri mereka dengan orang lain
melalui serangkaian proses berbagi pendapat, beradu argumentasi, mengelola
konflik dalam diskusi, kepemimpinan dan seterusnya. Dengan demikian, diskusi
membuat siswa memiliki pengalaman untuk memecahkan masalah dan konflik, berbagi
peran, respek dan toleran terhadap perbedaan, dan berempati kepada orang lain.
c. Mengembangkan
pandangan baru mengenai hubungan antara manusia.
Menurut Jacobson,
Eggen, Kauchak, dan Dulaney (1985) diskusi kelompok dapat digunakan untuk
mencapai tujuan-tujuan antara lain:
a. mengembangkan
keterampilan-keterampilan kepemimpinan.
b. Merangkum
pendapat-pendapat kelompok.
c. Mencapai
suatu konsensus.
d. Menjadi
pendengar yang aktif.
e. Mengatasi
perbedaan-perbedaan dengan tepat.
f.
Mengembangkan keterampilan-keterampilan
memparaprase.
g. Mengembangkan
keterampilan-keterampilan belajar mandiri.
h. Mengembangkan
keterampilan-keterampilan menganalisis, mensintesis, dan menilai.
Langkah-langkah Diskusi
Kelompok
Langkah-langkah
diskusi kelompok antara lain meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian (Romlah,
2018:90).
1. Perencanaan
a. Merumuskan
tujuan diskusi.
b. Menentukan
jenis diskusi (diskusi kelas, kelompok kecil, atau panel).
c. Melihat
pengalaman dan perkembangan siswa.
d. Memperhitungkan
waktu yang tersedia untuk kegiatan diskusi.
e. Mengemukakan
hasil yang diharapkan dari diskusi, misalnya rangkuman, kesimpulan atau pemecahan
masalah.
2. Pelaksanaan
Pada
tahap pelaksanaan fasilitator memberikan tugas yang harus didiskusikan, waktu
yang tersedia untuk mendiskusikan tugas itu, memberitahu cara melaporkan tugas,
serta menunjuk pengamat diskusi apabila diperlukan.
3. Penilaian
Pada tahap
penilaian fasilitator meminta pengamat melaporkan hasil pengamatannya, memberikan
komentar mengenai proses diskusi, dan membicarakannya dengan kelompok.
Sedangkan
menurut Arends (2007) dan Woolfolk (2008) menjabarkan tahapan diskusi kelompok
sebagai berikut:
1. Mengembangkan
maksud dan tujuan diskusi kelompok.
Tahapan
ini dilakukan konselor dengan menyampaikan kepada siswa alasan dan tujuan yang
hendak dicapai dari kegiatan diskusi kelompok. Konselor di tahapan ini juga
perlu menyampaikan tentang peraturan yang berlaku dalam diskusi kelompok dan
perilaku-perilaku yang diharapkan dari siswa selama diskusi, seperti menghargai
pendapat orang lain, berbicara atau berpendapat secara bergantian, dan
seterusnya.
2. Memfokuskan
diskusi.
Di
tahapan ini konselor menyodorkan pertanyaan stimulasi diskusi dan menyodorkan
isu atau situasi yang membingungkan dan merangsang siswa untuk memecahkannya.
Pertanyaan dan isu yang kritis serta relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa
sangat menentukan antusiasme siswa dalam berpartisipasi dalam diskusi kelompok.
3. Mengelola
diskusi.
Selama
diskusi berlangsung, konselor dituntut untuk: memantau interaksi siswa selama
proses diskusi, melontarkan pertanyaan, mendengarkan ide-ide dari para siswa, merespons
ide-ide siswa, menegakkan peraturan diskusi yang telah disepakati, mencatat
atau merekam proses diskusi, dan mengekspresikan idenya sendiri.
4. Mengakhiri
diskusi.
Konselor
membantu mengakhiri proses diskusi dengan merangkum atau mengekspresikan makna
bagi siswa dan diri-sendiri. Pengakhiran diskusi juga dapat dilakukan dengan
memberikan pertanyaan seperti, ”Apa hal utama yang kita dapatkan dari diskusi
kali ini?” atau, ”Poin apa yang paling provokatif dan menarik yang kita
dapatkan pada diskusi kali ini?”.
5. Debriefing.
Di
tahapan akhir ini, konselor meminta siswa untuk menelaah proses diskusi yang
telah dilaksanakannya dan memikirkan kembali proses-proses diskusi yang telah
dijalaninya. Beberapa pertanyaan seperti, ”Bagaimana pendapatmu tentang diskusi
yang berjalan kali ini? Apakah diskusi kita telah memfasilitasi semua orang
untuk berpartisipasi dan berpendapat? Adakah saat-saat kita mengalami jalan
buntu dalam mencari ide atau solusi dari suatu masalah pada diskusi kali ini?
Hal apa saja yang dapat kita ciptakan atau lakukan agar diskusi di masa
mendatang dapat lebih provokatif dan menarik?”.
Ciri Materi Diskusi Kelompok
Ciri materi yang dapat disampaikan dalam
diskusi kelompok antara lain:
1. Berupa
fenomena yang sedang terjadi saat ini.
2. Masalah
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Masalah
yang membutuhkan penyelesaian.
4. Permasalahan
sosial yang terjadi di sekitar.
5. Permasalahan
atau fenomena yang dialami oleh sebagian bahkan oleh seuruh anggota kelompok.
Kelebihan dan Kelemahan
Diskusi Kelompok
Kelebihan diskusi kelompok antara lain
(Romlah, 2018:90-91):
1. Mendorong
anggota kelompok menjadi lebih aktif dalam kegiatan bimbingan klasikal karena
mereka memiliki kesempatan berbicara dan memberi sumbangan kepada kelompok.
2. Anggota
kelompok dapat saling bertukar pengalaman, pikiran, perasaan dan nilai sehingga
membuat persoalan yang dibahas menjadi lebih jelas dan solusi yang dihasilkan
merupakan hasil telaah dan evaluasi dari berbagai sudut pandang dan perspektif.
3. Anggota
kelompok belajar untuk mendengarkan secara aktif, menerima, memahami, dan
berempati kepada orang lain orang lain.
4. Anggota
kelompok dapat belajar untuk meningkatkan pengertian terhadap dirisendiri dan
orang lain melalui balikan dari orang lain.
5. Memberi
kesempatan anggota kelompok untuk belajar menjadi pemimpin, baik dengan menjadi
pemimpin kelompok maupun dengan mengamati perilaku pimpinan kelompok.
Kelemahan diskusi
kelompok antara lain (Romlah, 2018):
1. Diskusi
dapat menjadi salah arah jika pemimpin tidak menjalankan fungsinya.
Efektif atau tidaknya kegiatan
diskusi kelompok sangat bergantung pada pemimpin kelompok. Apabila pemimpin
kelompok kurang mampu mengundang partisipasi anggota kelompok, mengarahkan
komunikasi diskusi secara tidak berimbang, kurang mampu mengartikulasi berbagai
perbedaan dalam diskusi, dan seterusnya maka kegiatan diskusi menjadi tidak
efektif dan tidak berjalan sebagai mana yang diharapkan. Hasilnya, diskusi
tidak membuahkan pengalaman belajar yang diharapkan.
2. Ada
kemungkinan diskusi akan dikuasai oleh orang-orang tertentu dan siswa yang
kurang mampu berkomunikasi kurang mendapat kesempatan bicara.
3. Membutuhkan
banyak waktu dan tempat yang agak luas. Apabila dibandingkan dengan pengajaran
langsung, diskusi memerlukan waktu yang lebih lama dan tempat yang lebih luas.
Upaya untuk Meminimalisir Kelemahan
Diskusi Kelompok
Diskusi
kelompok akan berjalan dengan lancar apabila pemimpin kelompok dan anggota
kelompok melaksanakan perannya secara tepat. Konselor dalam diskusi kelompok
dapat berperan sebagai pemimpin kelompok ataupun sebagai anggota kelompok. Hal
ini tergantung pada perencaan kegiatan diskusi kelompok.
Peran pemimpin
kelompok antara lain (Sunawan, 2018):
1. Menyediakan
kondisi yang membantu kelancaran komunikasi, melalui: pengaturan tempat duduk,
mengatur lalu-lintas pembicaraan, menegur anggota yang memonopoli pembicaraan,
dan mendorong anggota yang kurang bicara dengan cara yang tidak menyinggung.
2. Membantu
kelompok merumuskan tujuan-tujuan, menjajagi masalah yang akan dibicarakan,
bertindak sebagai sumber, dan bila perlu mencari sumber lain yang dapat
membantu kelompok memecahkan masalah.
3. Mengenalkan
teknik-teknik yang dapat membantu agar diskusi berlangsung secara lancar.
4. Menjaga
supaya pembicaraan tidak menyimpang dari masalah pokok, merangkum hasil
diskusi, dan membantu kelompok mengadakan penilaian terhadap hasil yang
dicapai.
5. Memperhatikan
masalah-masalah khusus yang timbul selama diskusi berlangsung.
Peran anggota
kelompok antara lain (Sunawan, 2018):
1. Berpartisipasi
aktif dalam diskusi. Para anggota kelompok diharapkan menunjukkan antusiasnya terhadap
proses diskusi dan isu-isu yang dibahas dalam diskusi, menghargai pendapat
orang lain, memberi kesempatan orang lain untuk berpendapat, menghindari upaya
memonopoli waktu berbicara, dan seterusnya.
2. Datang
tepat waktu, menyiapkan bahan yang akan didiskusikan dan memahami ruang lingkup
diskusi. Anggota kelompok diharapkan ’hadir’ dalam kegiatan diskusi dan
menunjukkan perhatian terhadap proses diskusi. Agar diskusi kelompok terjadi
secara menarik, maka diharapkan anggota kelompok menguasai isu-isu yang sedang
didiskusikan dan berbicara terkait dengan isu yang sedang dibahas.
3. Berusaha
untuk tidak menyimpang dari topik diskusi dan bersedia berbagi waktu berbicara
dengan anggota lain.
4. Berperilaku
sesuai dengan aturan diskusi yang disepakati bersama.
5. Memahami
bahwa diskusi kelompok merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan semua anggota
dan bukan tempat untuk mencari kekuasaan dan melampiaskan rasa kebencian.
Kesadaran dan pemahaman ini penting untuk mengantisipasi motif-motif siswa yang
tidak sehat dalam mengikuti diskusi kelompok, seperti menguasai forum,
mengalahkan atau menyalahkan pendapat orang lain, mencari pembenaran dan
menafikkan pendapat orang lain, dan seterusnya.
DAFTAR
RUJUKAN
Arends,
R.I. 2007. Learning to Teach (7th ed.).
Diterjemahkan oleh H.P. Soetjipto & S.M. Soetjipto. Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Pelajar.
Burdin,
P.R., & Byrd, D.M. 1999. Methods for
Effective Teaching. Boston: Allyn and Bacon.
Damayanti,
F. L., Sudarmanto, R. G., & Rusman, T. (2013). Penerapan Model Diskusi Kelompok dengan Menggunakan Media Handout untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Kreativitas. Jurnal Studi Sosial, 1(4).
Dinkmeyer,
D.C., & Muro, J.J. 1971. Group
Counseling: Theory and Practice. Hasca, Illinois: F.E. Peacok.
Hariyafi,
K.S., & Kurniawan, K. 2018. Bahan Kajian
6 Bimbingan Dan Konseling Kelompok, Pendalaman Materi 6.2 Implementasi
Bimbingan Kelompok. Jakarta: PPG dalam Jabatan. Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Jacobsen,
D., dkk. 1985. Methods for Taching: A
Skill Approach (2nd.ed.). Columbus: Charles, E. Merrill. A. Bell
& Howell.
Johnson,
D.W., & Johnson, F.P. 1987. Joining
Together: Group Theory and Group Skills (3rd. Ed.). Englewood
Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.
Napier,
R.W., & Gershenfeld, M.K. 1989. Groups:
Theory and Experience (4th.ed). Boston: Houghton Mifflin.
Romlah,
T. 2018. Teori dan Praktek Bimbingan
Kelompok. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang
Sukardi,
D. K., & Kusmawati, N. (2008). Proses
Bimbingan dan Konseling di sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukerteyasa,
I. P., Koyan, I. W., & Suarni, N. K. (2014). Pengaruh Penerapan Metode Diskusi Kelompok Berbasis Asesmen Diri (Self
asessment) dan Sikap Sosial Terhadap Prestasi Belajar Pkn Siswa Kelas XI SMK
Negeri 4 Denpasar. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan Indonesia, 4.
Sunawan.
2018. Bahan Kajian 4 Bimbingan Klasikal,
Pendalaman Materi 4.2 Metode Bimbingan
Klasikal. Jakarta: PPG dalam Jabatan. Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi.
Woolfolk,
A. 2008. Educational Psychology: Active
Learning Edition (10th ed.). Boston, MA: Pearson Education.
Komentar
Posting Komentar